BOGOR – Moratorium
Daerah otonom baru (DOB) belum dicabut pemerintah. Ketua Fraksi Partai Demokrat
DPRD Jawa Barat, Asep Wahyuwijaya memiliki solusi agar kesejahteraan rakyat
bisa terwujud.
“Jika
keinginan untuk mensejahtrakan rakyat itu dasarnya adalah anggaran, kenapa kita
berharap melulu pada DOB yang saat ini kondisinya masih moratorium?,” ungkapnya
saat ditanya mengenai prospek DOB Bogor Barat oleh salah seorang peserta yang
hadir dalam reses di MTs Riyadul Bayan, Desa Lumpang, Kecamatan Parung Panjang,
kemarin.
Menurut
dia, ada pilihan lain yang bisa dilakukan dengan lebih cepat, sederhana dan tak
sulit prosesnya, yakni pemekaran desa.
“Kalau
berbicara masalah DOB untuk Bogor Barat jangan khawatir dengan political
standing di DPRD Jabar,” ujarnya.
Terkait dengan rencana DOB
di Jawa Barat, ia menegaskan, bukan hanya Bogor Barat tapi Garut Selatan dan
Sukabumi Utara pun pasti mendukung penuh. “Kenapa? Karena DOB di Jawa Barat itu
keniscayaan, apalagi untuk Bogor Barat,” tegasnya.
Hanya, sambung dia, yang menjadi masalah kenapa seperti masih jalan di
tempat, karena ranah DOB domainnya ada di Pemerintah Pusat bukan di Pemprov.
Terlebih, hingga kini kondisinya masih moratorium sehingga menyulitkan DOB bisa
lebih maju progressnya.
Apalagi
melihat kondisi saat ini, semua pihak sedang sibuk menghadapi wabah
covid-19. “Bukan masalah kesibukannya menghadapi wabahnya itu saja, tapi
sebagai akibat dari ekonomi kita pun jatuh hingga minus lima persen dan sudah
berada dalam posisi resesi yang ujung-ujungnya berakibat pada kondisi keuangan
negara akan turut terkontraksi dengan cukup ekstrem,” paparnya.
Kang
AW menambahkan, telah berkoordinasi dengan Ketua Komisi 2 DPR RI pada tahun
lalu tentang agenda DOB. “Secara prinsip, pimpinan komisi 2 DPR RI itu
menyampaikan bahwa soal DOB ini pihaknya menunggu ajuan dari Kemendagri yang
hingga saat ini infonya sekitar ada 300-an lebih CDOB Kota, Kabupaten dan
Provinsi yang menunggu pengesahan menjadi DOB,” tuturnya.
Ia
mengungkapkan, Komisi 2 DPR RI hanya menyarankan kepada Kemendagri agar
berkomunikasi terlebih dahulu dengan Kemenkeu untuk menanyakan kesiapan
anggarannya untuk kebutuhan ke depannya.
“Jika
merunut pada hasil perbincangan itu, maka dapat disimpulkan bahwa salah satu
alasan moratorium DOB itu adalah soal ketersediaan anggaran di Pusat,” tegas
politisi asal Bogor Barat ini.
Merujuk
pada kondisi stagnasi soal DOB Bogor Barat, Kang AW menyarankan kepada para
pemangku kepentingan di tingkat desa hingga Kabupaten Bogor, khususnya di Bogor
Barat agar membuka kemungkinan pemekaran di tingkat desa terlebih dahulu.
“Targetnya
sederhana saja, menarik anggaran untuk percepatan pembangunan di tingkat desa
yang efeknya menurut saya akan jauh akseleratif di tingkat akar rumput,” ujar
Asep.
Pada
level provinsi, ia mengungkapkan, isu pemekaran desa ini secara naratif akan
menjadi agenda besar. Hanya, yang menjadi masalah pada sisi realisasinya di
pemerintah kabupaten.
“Dalam
perspektif Pemprov Jabar, saya harus sampaikan informasi penting saat DPRD
Jabar berkunjung dan berdialog dengan Gubernur Jawa Tengah yang salah satunya
terkait komparasi total transfer Dana Desa ke Jawa Tengah yang jauh lebih
banyak, daripada total Dana Desa yang dikirimkan ke Jawa Barat. Padahal jumlah
penduduk di Jawa Barat jauh lebih banyak,” jelasnya.
Ia
mengungkapkan, total transfer Dana Desa yang dikirmkan ke desa-desa se-Jawa
Barat pada tahun 2020 hanya Rp5,7 triliun. Sementara, ke Provinsi Jawa Tengah
justru menerima suntikan Dana Desa Rp7,8 triliun pada tahun yang sama.
“Yang
menarik adalah jumlah desa di Jabar saat ini 5.300-an sementara di Provinsi
Jawa Tengah jumlah desa hampir 7.800-an desa,” ungkapnya.
Ia
menilai, basis perhitungan transfer dana ternyata dari jumlah desa bukan dari
sisi total populasi penduduk. “Perbedaan transfer Rp2 triliun lebih itu karena
jumlah desa jauh lebih sedikit ketimbang jumlah desa di Jawa Tengah,” kata dia.
Dalam
konteks melakukan upaya memaksimalkan bantuan anggaran untuk kesejahtraan
masyarakat di level akar rumput, Kang AW menyarankan opsi pemekaran desa.
“Memekarkan
desa jauh lebih gampang dibandingkan dengan DOB, prosesnya bisa dituntaskan di
tingkat pemerintah kabupaten. Paripurna untuk pengesahannya cukup di DPRD
Kabupaten,” paparnya.
Syarat
normatif untuk pemekaran dalam UU Desa, sambung dia, induknya harus berusia
setidaknya dua tahun dan paling sedikit saat akan dimekarkan jumlah penduduk
desa baru itu minimal 6.000 jiwa.
Sebagai
salah satu opsi bagi Kabupaten Bogor yang penduduknya terpadat se-Indonesia dan
di sisi lain pun cukup banyak desa yang memiliki jumlah penduduk yang banyak,
maka dalam rangka semakin mendekatkan pelayanan dan mewujudkan kesejahtraan
rakyat di tingkat grass-root.
Sumber: Radar Bogor (10/11/2020)
0 Komentar