BANDUNG - DPRD Jawa Barat melontarkan kritik soal setahun kinerja Ridwan Kamil dan Uu Ruzhanul Ulum dalam memimpin Jawa Barat.
Salah
satu catatannya, soal pengelolaan anggaran yang kurang maksimal.
Anggota
DPRD Jabar dari Fraksi Demokrat Asep Wahyuwijaya mengatakan, sebetulnya
Ridwan-Uu memiliki dua kesempatan mengelola anggaran.
Yakni
30 persen sisa anggaran era Ahmad Heryawan di tahun 2018 dan 100 persen
anggaran murni untuk tahun 2019.
Namun,
sejauh ini Wahyu tak melihat bukti konkret dari visi misi Ridwan Kamil dan Uu
Ruzhanul.
Bahkan,
ia menilai keduanya terlalu sering gembar-gembor program. Program yang sejauh
ini diluncurkan dinilai belum menyentuh aspek fundamental.
"Wujud
legacy awal tidak terlihat. Dua kesempatan mengelola APBD 2018 dan APBD 2019
tidak dimanfaatkan untuk membuat akselerasi," ungkap Asep.
"Tapi
kalau 2019 kan full kewenangannya, kalau jadinya (program) Bandros, Kolecer
(perpustakaan) itu tidak sebanding sebagai sebuah ikon produk unggulan,"
ungkap Asep saat dihubungi, Kamis (5/9/2019).
Ia
juga menyoroti sejumlah program unggulan yang tampak memukau, tapi kedodoran
dalam eksekusi.
Seperti
revitalisasi alun-alun di sejumlah daerah dan Sungai Kalimalang Bekasi.
"Pangandaran
juga yang katanya mau dibikin kayak Hawaii baru fondasi, Kalimalang tidak
jelas," kata dia.
"Kalau
tahu Kalimalang itu bukan kewenangan provinsi kenapa sudah digadang-gadang di
sosial media, pakai gambar segala. Jangankan dibangun, produk unggulan kini
terbengkalai," lanjut Asep.
Bikin Polemik
Asep
justru melihat performa kinerja setahun Ridwan Kamil dan Uu cenderung
banyak memunculkan polemik seperti Taman Dilan, pemindahan pusat pemerintahan,
hingga komunikasi dengan DPRD yang ia rasa tersumbat.
Ia
mengatakan, urusan komunikasi dan koordinasi harusnya pada enam bulan pertama
sudah tuntas.
Ini
agar selanjutnya pemerintah dan DPRD bisa melakukan akselerasi program secara
bersama dengan maksimal.
"Ini
sudah satu tahun, dia menutupnya dengan polemik," jelas Asep.
Sementara
itu anggota DPRD Jabar dari fraksi Partai Gerindra Daddy Rohanandi
mengkritisi soal serapan anggaran yang masih minim serta proses lelang yang dikerjakan
menjelang akhir tahun.
"Ini
penyakit menahun, siklus seperti itu. Curva S disebutnya. Serapan itu selalu
baik di ujung (akhir tahun). Salah satunya karena kontrak (lelang) yang
bergeser harusnya Maret-April ini Juni atau Juli," ujarnya.
Menurut
dia, hal itu sangat disayangkan mengingat Pemprov Jabar kerap meminta DPRD
cepat dalam mengambil keputusan.
"Artinya
ada banyak faktor. Kontrak mulai kapan, kenapa bisa terlambat, padahal dewan
dikejar untuk ketok palu secepatnya. Itu pertanyaan buat kami. Soal tender,
mundur alasannya termin, artinya berarti perencanaan kita tidak bagus,"
paparnya.
Sebelumnya,
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil berkilah bahwa tolak ukur kinerjanya
baru bisa dilihat pada akhir tahun di mana sejumlah proyek strategis dimulai. (tribun)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar