JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI Asep Wahyuwijaya dengan tegas
menolak memenuhi permintaan keinginan Presiden AS, Donald Trump agar
transaksi via QRIS (Quick Response Indonesian Standard) atau GPN
(Gerbang Pembayaran Nasional) dihapus.
"Pertama
karena produk tersebut dirilis oleh BI. Kedua, penggunaan sistem pembayaran
melalui QRIS atau GPN sekarang sudah semakin massif. Ini menjadi cermin
keberhasilan agenda literasi keuangan kepada warga yang diinginkan kita
semua," jelas Asep dalam keterangannya, Kamis (24/4).
Asep
melanjutkan, penggunaan QRIS lebih praktis. Cukup scan barcode, tak perlu
menggunakan kartu dan yang penting lagi data transaksi masyarakat pun lebih
terlindungi dan terpantau langsung oleh kita sendiri.
"Alasan
berikutnya adalah, ini yang jauh lebih penting juga, kemandirian ekonomi dan
keuangan melalui sistem pembayaran atau transaksi langsung yang terjadi hingga
level akar rumput di masyarakat ini, alirannya tidak berputar kemana-mana.
Tidak ada beban biaya tambahan yang ditimbulkan untuk kepentingan keuntungan
perusahaan bangsa lain," papar Kang AW, sapaan akrab Asep.
Menurut Kang
AW, jangan jadikan sistem pembayaran yang dibanggakan bangsa ini menjadi hilang
gara-gara tekanan Trump. Presedennya akan buruk jika segala sesuatu yang
diminta negara adi daya itu dengan serta merta harus tunduk.
"Sekarang
bicara sederhananya saja deh, masa beli sebungkus rokok di pedalaman Rumpin
atau Sukajaya, Bogor saja harus pake kartu berlogo visa atau master. Sedangkan
dengan scan code QRIS justru jauh lebih mudah? Terus nantinya bagaimana dengan
e-money Mandiri, Brizi BRI, Flazz BCA dan kartu-kartu uang elektronik lainnya
yang juga suka digunakan masyarakat sebagai alat pembayaran. Mau dihapus juga?
Tidak sesederhana itu kan?" tukas Kang AW
Legislator NasDem dari
Dapil Jawa Barat V (Kabupaten Bogor) itu menjelaskan, atas dasar argumentasi
itulah, team lobby Indonesia yang meminta penurunan tarif dagang ke Amerika
harus mampu mengabaikan agenda soal sistem pembayaran kebanggaan kita ini
menjadi bagian dari yang harus dibargainkan.
"Cari
kompensasi lain yang sepadan dan jauh lebih proper saja," pungkas
Asep.
Sumber: MediaIndonesia
0 Komentar