BANDUNG - Sidang ujian akhir tesis yang berjudul: Kompetensi Kepala Desa dalam Pemberdayaan Masyarakat Miskin di Kabupaten Bogor tahun 2014-2017 ini dilaksanakan di kampus Unpad Dago pada saat hari tenang musim kampanye, Senin 15 April 2019 yang dibuka oleh Ketua Program Studi Ilmu Pemerintahan Fisip Unpad DR. Dra. Dede Sri Kartini, M.Si. Dihadapan para dosen penguji yang lengkap hadir, yakni: Prof. DR. Drs. H. Utang Suwaryo, MA., Prof. DR H. Nandang Alamsyah Deliarnoor, SH., M.Hum.; dan DR. Neneng Yani Yuningsih, S.IP., M.Si., kandidat Magister Ilmu Politik, Asep Wahyuwijaya memaparkan bahwa setelah diberlakukannya UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, maka posisi Kepala Desa sebagai kepala stuan unit pemerintahan terkecil yang menerima mandt otonomi dengan alokasi anggaran yang diberikan langsung oleh pemerintah pusat memiliki fungsi dan peran yang sangat penting dalam menentukan arah pembangunan dan pemberdayaan masyarakat miskin di desanya.
Posisi, fungsi dan peran
yang sangat penting dan strategis dari seorang Kepala desa ini membutuhkan
tingkat kommpetensi yang mesti terukur sejak awal. Kompetensi kepala desa dalam
upaya melakukan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat miskin di desanya dengan
spirit otonomi yang melekat pada diri seorang kepala desa akan menuntut tingkat
kreativitas dan inovasi yang relatif tinggi dari seorang Kepaa Desa. Sebagaimana
diutarakan dalam tesis ini, mengutip pendapatnya Spencer & Spencer dalam
bukunya: Competence at Work: 1993, Kompetensi dari seorag kepala desa
mesti mencakup unsur: motif, karakter, konsep diri atas nilai-nilai,
pengetahuan dan keahliannya dalam mengelola pemerintahan desa dan membangun
sinerginya dengan stakeholders yang lainnya di desa.
Dari hasil temuan penelitian
yang dilakukan dibeberapa desa di Kabupaten Bogor yang disertai wawancara
dengan hampir semua unsur yang terlibat dalam pembangunan dan pemberdayaan
masyarakat miskin di desa, yakni; kepala desa, BPD, BKM, PKH, kecamatan, DPMD
Kab. Bogor hingga pimpinan komisi I DPRD Kab. Bogor ini, diperoleh kesimpulan
bahwa kompetensi kepala desa ini memang penting dan mutlak diperlukan. Pemenuhan
aspek kompetensi oleh kepala desa sebagaimana pendapat Spencer & Spencer
ini menjadi faktor penting keberhasilan pemberdayaan masyarakat miskin di
desanya.
Di akhir tesis ini, Asep
Wahyuwijaya menyarankan bahwa bagi Kab. Bogor yang secara geografis berada di
pinggiran ibu kota negara, maka regulasi yang mengatur soal standar kompetensi
kepala Desa ini penting dibuat, dengan menampung muatan lokal syarat awal bagi
calon kepala desa itu misalnya minimal setingkat diploma tiga (D-3). Dalam beberapa
hal, Pemkab Bogor mesti berani menentukan syarat ini bagi seorang calon kepala
desa, karena unsur BPD-nya sendiri sudah banyak yang bergelar sarjana dan
magister, masa kadesnya hanya SMP atau berijazah paket B, ujar Asep.
Pre-test dan psikotest pun
mesti dilakukan sejak awal pendaftaran kepada semua calon kepala desa. Dengan soal
yang sifatnya essay yang terkait dengan soal pembangunan dan pemberdayaan bukan
soal-soal yang sifatnya pengetahuan umum. Jadi tes awal ini jangan dibatasi
apabila hanya melewati lima orang cakades, tegas Asep. Pendidikan khusu bagi
Kepala Desa terpilih selain bmtek-bimtek pun disarankan penting untuk
diselenggarakan oleh pihak Pemkab Bogor agar ada penyeragaman pengetahuan dari
para kepala desa agar mereka bisa memahami secara mendalam fungsi dan perannya
sebagai kepala desa.
Dari hasil rapat para dosen
penguji setelah sidang ujiannya berakhir, alhamdulillah tesis ini memperoleh
nilai A, ujar Asep sumringah. Saya ingin menyampaikan terima kasih dan rasa
apresiasi setinggi-tingginya dengan semua pihak di kab. Bogor yang telah sangat
membantu menyelesaikan tugas akhir ini. Ilmu yang saya peroleh ini
didedikasikan sepenuhnya untuk kemajuan warga dan pemerintahan desa di Kab. Bogor,
pungkasnya.
(Radar Bogor terbit 29 April 2019)
(Radar Bogor terbit 29 April 2019)
0 Komentar