Anggaran Minim, AW Desak Pemprov Jabar Prioritaskan Warga SKTM


BANDUNG
 - Pemerintah Provinsi Jawa Barat seharusnya turut juga melindungi warga yang hanya memiliki Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) yang bukan menjadi peserta BPJS Kesehatan Penerima Bantuan Iuran (PBI). Sebab, saat ini masih banyak warga Jawa Barat yang hanya memiliki SKTM dalam hal akses pelayanan kesehatan. Selain itu, Pemerintah Provinsi Jawa Barat pun seharusnya menangani iuran BPJS kesehatan PBI, bukan hanya menanggung 40 persen.

Demikian diungkapkan Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD Jawa Barat Asep Wahyuwijaya, menanggapi perihal bantuan Pemprov Jabar yang menganggarkan hingga Rp 800 miliar untuk peserta BPJS Kesehatan kategori PBI di Jawa Barat, Minggu, 3 November 2019. Asep mengatakan, dengan klaim pendapatan daerah yang meningkat, seharusnya Pemprov Jabar lebih memfokuskan anggaran yang langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, bukan ke pos anggaran yang lain.

“Katanya klaim pemerintah (Jawa Barat) pendapatan kita akan naik pada 2020. Seharusnya, pemerintah lebih mengalokasikan anggaran itu untuk kepentingan yang langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Masih banyak warga Jabar yang saat ini bukan peserta BPJS Kesehatan dan masih tercatat sebagai penerima manfaat SKTM. Seharusnya itu (warga SKTM) yang lebih diprioritaskan,” ujar Asep.

Masih dikatakan Asep, setelah adanya pengumuman dari pemerintah pusat mengenai kenaikan iuran BPJS Kesehatan, pihaknya yang juga anggota Komisi V DPRD Jabar ini mendesak agar subsidi bantuan kesehatan itu sepenuhnya. Sebab, kata Asep, jika saat ini bantuan hanya diberikan sebesar 40 persen, maka masyarakat tetap akan terbebani dari total iuran PBI yang saat ini dipatok Rp 42.000.

Asep mendesak, seharusnya Pemprov Jabar pun memprioritaskan bantuannya untuk warga penerima manfaat SKTM. Sebab, lanjut dia, warga SKTM ini tidak termasuk ke dalam PBI dan wajib mendapatkan layanan kesehatan. “Kita juga minta Pemprov Jabar menaikan alokasi anggaran khusus di semua RSUD provinsi untuk bisa melayani akses kesehatan warga dengan menunjukan SKTM. Ini selalu luput dari perhatian kita,” tutur dia.

Dia mencontohkan, seperti halnya yang terjadi di RSUD Pameungpeuk Garut yang hanya disediakan Rp 5 miliar untuk warga SKTM. Dengan besaran alokasi tersebut, anggaran itu tidak bisa menutupi kebutuhan SKTM selama satu tahun penuh dan habis pada Juli. Ditegaskan Asep, hal itu merupakan salah satu kasus temuan saat Komisi V DPRD Jabar melakukan kunjungan kerja ke mitra komisi. Dia pun menegaskan, kasus ini pun tidak terjadi hanya di RSUD Pameungpeuk Kabupaten Garut, melainkan hampir di semua RSUD milik provinsi.

“Saya mendesak Pemerintah meningkatkan alokasi SKTM ini dua atau tiga kali lipat. Hal itu agar pelayanan kesehatan bagi warga SKTM tidak terhambat. Pemprov seharusnya merujuk pada pengalaman sebelumnya. Kalau sebelumnya dialokasikan Rp 5 miliar tetapi pada Juli sudah habis, ya tambahin dong jadi dua atau tiga kali lipatnya. Berarti ini masih banyak warga yang membutuhkan. Anggaran itu kan buat masyarakat. Pemerintah itu harus hadir untuk masyarakat,” ujar dia.

Untuk diketahui sebelumnya, Pemerintah Provinsi Jawa Barat memastikan kenaikan iuran BPJS PBI sudah diantisipasi dalam anggaran tahun 2020. Untuk memenuhi iuran BPJS Kesehatan PBI, Pemprov Jabar menganggarkan hingga Rp 800 miliar untuk mengcover 40 persen dari total iuran PBI yang saat ini dipatok Rp 42.000.

Sementara berdasarkan data dari Dinas Sosial yang terakhir jumlah peserta BPJS PBI yang disubsidi oleh APBD Jabar mencapai 4,048 juta jiwa.

Pj Sekda Jabar Daud Achmad menuturkan, untuk 2020 pihaknya baru merencanakan Rp 600 miliar untuk meng-cover BPJS PBI dari APBD Jabar. Namun dengan adanya kenaikan iuran tersebut, pihaknya memperkirakan anggaran yang harus disediakan mencapai Rp 830-850 miliar.

“Soal anggaran untuk BPJS, sementara kita ada di angka perencanaan di angka Rp 600 miliar, tapi itu belum fix, angkanya sebelum kenaikan. Perkiraan kasar kalau dengan jumlah kepesertaan sekarang dikali Rp 16.000 kita harus nambah Rp 230-250 miliar berarti Rp 800 miliaran,” kata dia. (PR)

0 Komentar