BANDUNG - Fraksi-fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Barat mendukung aspirasi mahasiswa menuntut ditundanya beberapa rancangan undang-undang (RUU). Tuntutan itu di antaranya menunda RKUHP, RUU Pertanahan, hingga RUU Pemasyarakatan. DPRD Jawa Barat segera meneruskan aspirasi mahasiswa melalui pimpinan sementara DPRD Jawa Barat ke DPR RI.
Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Jawa Barat Yod Mintaraga mengatakan, pihaknya sependapat dengan tuntutan aksi mahasiswa, baik yang digelar di daerah, khususnya di Jawa Barat, maupun di DPR RI. Dia menuturkan, sebaiknya beberapa pasal yang dianggap kontroversial ke depannya lebih disempurnakan kembali. Tujuannya tidak lain agar menciptakan kesejukan di masyarakat dengan ditetapkannya beberapa RUU tersebut.
“Kalau bisa pembahasan semua RUU yang dituntut mahasiswa, dilakukan oleh DPR periode 2019-2024. Tentu pembahasannya harus mengikutsertakan pihak-pihak terkait dan berkepentingan,” ungkap Yod di Bandung, Jumat 27 September 2019.
Sebagai bentuk dukungannya, kata Yod, aspirasi mahasiswa yang sudah sampai dan diterima di DPRD Jawa Barat, akan diteruskan ke DPR RI. Dia pun berharap, aspirasi yang disampaikan mahasiswa melalui DPRD Jawa Barat ini dapat ditindaklanjuti di DPR RI.
Hal senada diungkapkan Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD Jawa Barat, Asep Wahyuwijaya. Ditegaskan dia, sikap dukungan di DPRD Jawa Barat mengenai tuntutan aspirasi yang disuarakan mahasiswa dan masyarakat ini pada dasarnya sama, yakni sependapat mendukung aspirasi penolakan RUU yang dianggap kontroversi ini.
“Ini bukan soal kuantitasnya. Bukan soal berapa undang-undang yang dihasilkan (DPR RI) meskipun itu penting. Akan tetapi, secara kualitatif juga harus menghasilkan kebutuhan peraturan yang membuat ketenteraman di masyarakat. Fraksi Demokrat DPRD Jawa Barat sangat sependapat dengan apa yang disuarakan mahasiswa dan masyarakat itu,” ujar dia.
Sangat beralasan, kata Asep, mahasiswa turun ke jalan dan berteriak menolak pengesahan RUU kontroversi itu. Namun, sangat disayangkan ranah RUU ini bukan di tingkat pemerintah provinsi melainkan di pusat. Meski demikian, pihaknya pun sudah menerima aspirasi mahasiswa dan masyarakat ini yang kemudian akan diteruskan ke DPR RI.
Masih dikatakan Asep, dalam perumusan RUU ini secara normatif harus memenuhi beberapa syarat, di antaranya aspek filosofis dan sosiologis. Ketika ada polemik di masyarakat mengenai RUU ini, ditambahkan dia, berarti setidak-tidaknya muncul dua persoalan yang secara prasyaratnya dipertanyakan.
“Secara sosiologis jelas, kok seperti ini reaksi dari masyarakat. Kenapa? Berarti secara filosofis ada masalah. Berarti masyarakat peduli bahwa ini (RUU) akan berpotensi semena-mena, berpotensi hukum itu asal ngatur, berpotensi dianggap masyarakat akan mengebiri hak-hak privasi mereka, dan mengatur urusan-urusan sepele yang seharusnya tidak seperti itu. Itu kan berlebihan,” ucap dia.
Hukum, kata Asep, harusnya menjadi bagian instrumen menghadirkan keadilan, ketertiban, dan ketenteraman bagi semua pihak bukan malah menimbulkan polemik di masyarakat. Namun, dengan adanya reaksi mahasiswa yang menentang RUU kontroversi ini, harus menjadi evaluasi bagi pemerintah pusat.
Semestinya, kata dia, pemerintah pusat baik eksekutif maupun DPR RI tidak seenaknya memutuskan ketentuan-ketentuan aturan hukum yang berisi pasal-pasal kontroversial. Dia pun menyarankan agar pemerintah melakukan kajian ulang.
“Uji ulang lagi, dengarkan lagi, public hearing lagi, RDP lagi. Kan sebelum disahkan ada rancangan. Sebelum rancangan ada public hearing, dengar pendapat dari masyarakat sipil, dari akademik, masyarakat, dan lainnya. Jadi jangan kemudian dientengkan ketok palu dulu kemudian nanti judicial review. Kan konyol kalau berpikirnya senaif itu. Ya saya sih merasa malu saja kalau ada sekelas gubernur senaif itu. Saya pikir DPR RI juga jangan mentang-mentang mau tutup buku kemudian tiba-tiba seperti obral ketok palu. Itu bahaya,” ujar dia.
Dia pun menegaskan, akan senantiasa memonitor hasil dengar pendapat DPRD Jawa Barat dengan mahasiswa mengenai aspirasi penolakan pengesahan RUU kontroversi ini yang disampaikan ke pemerintah pusat. (PR)
0 Komentar