BOGOR – Momentum bonus demografi yang
akan dihadapi Indonesia, menuntut kecermatan dan kejelian dari anak muda
terdidik agar kesempatan ini berdampak positif ke depannya.
Hal itu, ditegaskan
Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat, Asep Wahyuwijaya dihadapan para pengurus
organisasi mahasiswa dan peserta Latihan Kepemimpinan Mahasiswa di BEM STKIP
Muhamadiyah, Sabtu (14/11).
Bulan lalu, ungkap
kang AW (sapaan akrab,red), Menteri Keuangan Sri Mulyani saat pelantikan STAN
menyampaikan, hanya sembilan persen dari masyarakat Indonesia yang mampu
menempuh pendidikan tinggi.
“Maka pernyataan itu
menyiratkan suatu kondisi bahwa anak-anak muda terdidik sekaranglah yang
sesungguhnya akan menjadi elit, lokomotif dan penentu keberhasilan kita dalam
menghadapi bonus demografi ini,” tegasnya.
Sebaliknya, jika
anak-anak muda terdidik sendiri tak siap dalam mamanfaatkan kesempatan ini maka
bonus demografi justru akan menghadirkan bencana yang berkepanjangan.
“Kenapa? Karena
alih-alih anak-anak muda itu telah bersiap menghadapi masa tuanya kelak dengan
tabungannya, namun justru dirinya malah akan menjadi beban dan tanggungan bagi
anak-anak cucunya sekaligus juga bagi negaranya karena ia tak mampu berbuat
apapun saat bonus demografi menghampirinya,” paparnya.
Lebih lanjut ia
mengatakan, Jepang, China dan Korea menjadi maju karena negara dan anak-anak
mudanya berhasil memanfaatkan fase bonus demografi.
“Sebaliknya, Brazil
dan Afrika Selatan adalah contoh negara yang gagal dalam memanfaatkan bonus
demografi yang akibatnya terus kesulitan dalam mengantisipasi krisis ekonomi
dan ledakan pengangguran yang terjadi,” ungkap Ketua Fraksi Partai Demokrat
DPRD Provinsi Jabar ini mencontohkan.
Bonus Demografi dan
Revolusi Industri 4.0
Mengkaitkan bonus
demografi dengan revolusi industri 4.0, merupakan tantangan yang cukup complicated bahkan shopisticated.
“Rumit dan peliknya tingkat tinggi,” ujarnya di hadapan para mahasiswa.
Bayangkan, kata dia,
saat dituntut untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi bonus demografi,
sementara di sisi lain pun hidup pada era revolusi industri 4.0 banyak pakar
yang meramalkan bahwa akan ada beberapa profesi yang biasa dikerjakan manusia
hilang karena digantikan oleh mesin.
Dalam perkembangan
teknologi, kondisi tersebut sudah mulai terlihat. Misalnya, sambung dia,
bergantinya pegawai loket di gerbang tol dengan kartu e-toll,
petugas pos pengantar surat yang telah digeser oleh email.
Selain itu, adanya
mesin ATM yang bisa tarik dan setor tunai yang mengambil alih peran teller
bank, pemesanan tiket dan hotel melalui aplikasi yang menggeser
perusahaan travel.
Bahkan, di masa
pandemi ini, saat sekolah diliburkan dan kelasnya dikosongkan lalu metode
pendidikannya beralih melalui daring. Sehingga, sebagian murid pun telah
menggeser kebiasaannya mengambil les di bimbel beralih ke aplikasi.
“Artinya, bagi kalian
yang saat ini kuliah di STKIP dan ke depannya akan menjadi guru dan dosen pun
berpotensi terancam karena cepat atau lambat diramalkan posisinya akan
digantikan oleh aplikasi atau robot yang dibekali kecerdasan buatan atau artificial
intelegent (AI),” tambahnya.
Sehingga, jika
membandingkan kondisinya maka peristiwa bonus demografi yang terjadi di Jepang,
China dan Korea dengan yang akan terjadi di Indonesia itu berbeda.
Kang AW memaparkan,
bonus demografi yang terjadi di negara-negara itu, setting peristiwanya masih
berada pada kondisi transisi dari revolusi industri 2.0 ke 3.0 yakni serapan
tenaga kerja yang berbasis SDM masih banyak diperlukan.
“Namun bonus demografi
yang dihadapi Indonesia yang setting peristiwanya sudah berada di revolusi
industri 4.0 dalam beberapa hal justru akan meniadakan peran manusia karena
akan digantikan oleh mesin, aplikasi atau robot,” tegasnya.
Urgensi Latihan
Kepemimpinan Mahasiswa
Dalam rangka
menyongsong datangnya bonus demografi, maka Latihan Kepemimpinan Mahasiswa yang
dilakukan oleh BEM STKIP Muhamadiyah, memiliki peran penting untuk
mempersiapkan kaum muda terdidik ke depan.
“Masuk kuliah di
perguruan tinggi saja, adik-adik sudah menjadi elit, karena seperti kata Ibu
Sri Mulyani tadi, kalian sudah termasuk ke dalam 9 persen warga negara yang
mampu mengenyam pendidikan tinggi, lalu setelah itu pun adik-adik terus dilatih
agar bisa menjadi bagian dari elit di kampusnya, “ tegas politisi Jabar asal
Bogor ini.
Sebagai mahasiswa
terpilih yang akan menjadi elit aktivis di organisasinya masing-masing, tutur
dia, para mahasiswa STKIP Muhammadiyah Bogor harus benar-benar bisa memanfaatkan
kesempatan terbaik untuk mengekspresikan seluruh kemampuan pribadi yang
dimiliki.
Ia menekankan, harus
selalu belajar membangun tradisi team work, berkolaborasi, bekerja sama dan
bergotong royong dalam menyelesaikan persoalan.
Tak hanya itu,
membiasakan terlibat dan terbuka dalam ruang dialektika yang kritis,
selalu berempati dan siap menerima kritik serta terus menerus melakukan
improvisasi dan inovasi sejak dalam pikiran hingga dapat direaliasikan menjadi
program kerja.
“Adalah sebagian hal
mendasar yang bisa adik-adik pelajari saat berproses menjadi pemimpin di
kampusnya masing-masing. InsyaAllah, semuanya akan menjadi bekal yang
bermanfaat dalam meningkatkan kapasitas diri ke depan menghadapi bonus
demografi di era revolusi industri 4.0,” pungkasnya.
Sumber: Radar Bogor
(16/11/2020)
0 Komentar