BANDUNG - Massa aksi gabungan yang mengatasnamakan Aliansi Warga Menggugat, kembali menggelar aksi di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Barat, Jalan Diponegoro Kota Bandung, Selasa, 24 September 2019. Namun, dalam aksi ini tidak hanya mahasiswa yang melakukan tetapi juga dari kaum buruh, Kongres Aliansi Seluruh Buruh Indonesia (KASBI) yang juga menolak revisi Undang-undang Ketenagakerjaan Nomor 13/2013.
Sama seperti dalam aksi sebelumnya yang digelar di Gedung DPRD Jawa Barat, massa aksi dari kalangan mahasiswa menolak tentang Revisi Undang-undang KPK, RKUHP, Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual, dan Undang-undang Pertanahan. Dengan hadirnya massa aksi dari kaum buruh, tuntutan massa pun bertambah menolak RUU ketenagakerjaan.
Dalam aksinya, perwakilan buruh yang berorasi menyampaikan bahwa dengan adanya revisi Undang-undang Nomor 13/2013 ini kemudian akan menutup kesempatan kerja bagi pribumi. “Ada tuntutan kita bahwa ternyata pemerintah pusat sudah mengeluarkan Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 228 tahun 2019. Dalam keputusan menteri itu disebutkan jabatan-jabatan tertentu boleh diduduki tenaga kerja asing di antaranya buruh jahit, buruh garmen, bahkan guru dan tenaga pendidik lainnya boleh diduduki tenaga kerja asing,” ungkap perwakilan aksi dari kalangan buruh.
Dengan adanya keputusan menteri itu, kata dia, akan lebih mempersulit kesempatan bekerja bagi warga Indonesia. Massa aksi menganggap dengan adanya keputusan menteri nomor 228/2019 ini sebagai bentuk liberalisasi pemerintah membuat perundang-undangan.
Dari pantauan di lapangan, massa pun kian bertambah banyak dari beberapa elemen, tidak sekedar dari kalangan mahasiswa. Bahkan dalam aksinya itu massa sambil meneriakkan antikapitalisme. Dalam aksinya itu, setiap perwakilan massa aksi secara bergantian menyampaikan orasinya. "Antikapitalisme, antikapitalisme. Tolak RUU sekarang juga," teriak massa aksi.
Untuk menghindari hal-hal yang tidak diharapkan, personel kepolisian dari Polda Jabar juga disiagakan di gedung dewan. Bahkan, mobil water cannon pun disiagakan.
Ketua HMI Cabang Bandung, Sigit Egi Dwi Tama menjelaskan selain aksi di Bandung, sebagian masa juga berangkat ke Jakarta. “Sekitar 200-an berangkat juga ke Jakarta,” ujar Sigit.
Dalam aksinya itu, setidaknya ada 47 tuntutan yang disuarakan massa aksi. Massa menuntut dari beberapa sektor, yakni sektor perburuhan, agraria, hak perlindungan terhadap perempuan, isu hak atas pendidikan, dan isu ancaman demokrasi. "Dalam sektor perburuhan kami menolak revisi Undang-undang ketenagakerjaan, hapus sistem kerja kontrak, menolak upah murah, dan lain-lain," ujar peserta aksi Hirson.
Seperti diketahui, aksi unjuk rasa dilakukan sejak kemarin, Senin, 23 September 2019 dengan tuntutan pemerintah membatalkan Revisi RKUHP, revisi UU KPK yang dinilai merugikan masyarakat. Dalam aksi hari ini, gerbang DPRD Jawa Barat diikat dengan rantai sebagai bentuk kekecewaan. “Ini bentuk kekecewaan kami,” ujar orator.
Sementara itu, anggota DPRD Jawa Barat Asep Wahyuwijaya menuturkan, dengan adanya aksi yang digelar massa gabungan ini, pihaknya tidak merasa keberatan. Dia pun mengapresiasi hal tersebut.
"Pertama, kita harus menghargai teman-teman mahasiswa kembali hidup, kembali berkumpul, kembali berteriak. Saya kira harus mengapresiasi itu setelah sekian lama 'tidur'. Jadi kritisisme itu harus tetap dijaga," ujar Asep.
Meski demikian, kata Asep, penyampaian aspirasi ini harus dilakukan dengan tertib. Asep menegaskan, mengenai isu yang disampaikan massa aksi ini hal itu menjadi ranah pemerintah pusat. Dengan menggelar aksi ini, kata Asep, hal itu menjadi simbol bagi wakil rakyat di DPRD Jawa Barat nenyuarakan hal yang sama.
"Tanpa harus kita sampaikan secara formil, rekan media juga kan meliput. Ini bukan hanya di Bandung, hampir semua tempat menyuarakan hal yang sama. Semestinya menurut saya, pemerintah pusat merespons ini. Mereka punya idealisme," kata Asep seraya menambahkan mudah-mudahan tuntutan massa aksi ini direspons pemerintah pusat. (PR)
0 Komentar