BOGOR — Anggota DPRD Jabar, Asep Wahyu Wijaya, sepakat dengan Bupati Bogor, Ade Yasin agar ada moratorium izin tambang sekaligus menutup usaha tambang di Bumi Tegar Beriman.
Menurut politisi Demokrat dari Daerah Pemilihan (Dapil) Kabupaten Bogor
itu, jika usaha tambang hanya menguntungkan pengusaha dan lebih banyak
merugikan warga, penutupan usaha tambang dirasa jadi opsi paling baik.
“Bukan soal jam operasional lagi. Kalau hakikatnya masyarakat tetap
dirugikan, buat apa bicara jam operasional kalau yang untung pemodalnya saja,”
ujar Asep, Senin (20/5/2019).
Menurut Asep, jika terus bicara soal jam operasional truk tambang, hal
itu terlalu bersifat teknis. Dia justru lebih tertarik mengkaji dan
mempertimbangkan hal substantif lain.
“Keberadaam usaha tambang dengan mengeksplorasi dan mengeksploitasi
alam, menguntungkan warga atau pemodal? Itu yang musti dikaji sekarang,”
tegasnya.
Menurutnya, itu harus dipertimbangkan oleh pemerintah baik provinsi
maupun pusat sebelum masuk pada tataran teknis dan aturan main soal operasional
dan lain-lain.
“Kan ada faktor filosofis, sosiologis atau ekologis yang perlu
dipertimbangkan,” katanya.
Sebelumnya, penerapan jam operasional baru terhadap truk tambang, menuai
kecaman keras dari masyarakat Kecamatan Rumpin, Gunungsindur, Cigudeg dan
Parungpanjang, Kabupaten Bogor.
Diketahui, jam operasional yang baru ditetapkan yakni mulai pukul
05.00-09.00 WIB truk dilarang melintas.
Kemudian, baru kemudian dari pukul 09.00-16.00 WIB jalan kembali dibuka.
Lalu dari pukul 16.00 WIB jalan ditutup kembali mulai pukul 22.00 WIB.
Ketua Aliansi Gerakan Jalur Tambang (AGTJ) Junaedi Adhi Putra
menyatakan, keputusuan uji coba ke-8 jam operasional truk tambang.
Telah menyakiti perjuangan masyarakat di lima kecamatan itu, yang
menginginkan jam operasional pada pukul 20.00-05.00 WIB.
“Dari uji coba pertama pada 16 Oktober 2018, sampai saat ini hanya untuk
mengulur waktu supaya Pemkab Bogor tidak mengesahkan peraturan bupati untuk jam
operasional seperti keinginan kami,” kata Junaedi, Jumat (17/5/2019).
Menurutnya, kemacetan yang terjadi di lima kecamatan itu, lantaran
perusahaan tambang dan transporter tidak menyediakan lahan parkir yang memadai
serta pemberhentian truk tambang oleh petugas Dinas Perhubungan, tidak dimulai
dari lokaso tambang.
“Pemerintah tidak seriua menanganu masalah yang terjadi. Hasil pertemuan
Pemkab Bogor dan Tangerang dengan BPTJ, cenderung memihak ke perusahaan
tambang. Bukan masyarakat,” tegasnya. [pojoksatu]
0 Komentar