HARI INI adalah kali
ke-2, saya menemani kawan-kawan petani Patimban yang mencari keadilan tentang
kehidupan mereka dan nasib serta masa depan keluarga mereka. Mereka adalah
petani yang hanya berpendidikan maksimal SMA, itupun minoritas. Kalaupun ada
yang tamat S1, hanya sebagian kecil saja dan satu diantaranya adalah Arim, adik
kelas di Fapet IPB yang juga pernah bersama-sama belajar di HMI.
Berawal dari ajakan
Arim inilah saya mulai terlibat dalam advokasi petani Patimban yang hendak
memperjuangkan lahan sawah mereka yang sebentar lagi tergusur akibat
pembangunan pelabuhan internasional petikemas.
Rasa curiga sempat
terbesit dipikirkan ini, ketika Arim hendak mengajak terlibat ut menjadi
pembina di paguyuban petani yang mereka dirikan. Kecurigaanku sangatlah wajar,
krn pesan awal yang disampaikan Arim kepadaku terkait dengan posisi petani
terkait dengan pembangunan pelabuhan Patimban. Maklumlah, sesuatu yang terkait
dengan lahan/tanah dan pembangunan pasti terkait dengan ganti kerugian. Tentang
hal ini, tidak lepas dengan makelar dan sejenisnya. Ini yang membuat saya
sangat sensitif untuk tidak merespon ajakan Arim.
Namun kecurigaanku
perlahan sirah, ketika Arim bersilaturahim ke rumah bersama keluarganya.
Bagiku, jika seseorang bersama seluruh keluarga intinya dan di depan keluarga
intinya tersebut menyampaikan pesan kebaikan untuk membantu orang lain, maka
wajib bagiku turut membantu.
***
Akhirnya Ajakan ke Patimban pun Saya Pastikan
Bertemu warga, ikut
merumuskan langkah-langkah yang dilakukan paguyuban, dan menyamakan persepsi
adalah aktivitas yang saya lakukan ketika bersilaturahim di Patimban. Berlibur
bersama mereka dan berjibaku dengan persoalan merekapun terus saya kawal.
Hingga upaya kami bertemu beberapa pihak yang dianggap strategis untuk
menjadi bagian dari pengorganisasian petani Patimban. Termasuk bertemu kang
Asep sore hari ini.
Kang Asep (nama
lengkap Asep Wahyuwijaya), saya kenal ketika bangsa ini hendak melakukan
perhelatan akbar demokrasi (pemilu) di tahun 2014 yang lalu. Gagasannya
membangun bangsa menurutku di atas rata-rata anggota dewan baik pusat maupun
daerah (provinsi atau kabupaten). Struktur berfikirnya sangat runut.
Analisisnya membaca masa depan sangat rasional karena ditopang dengan
pijakan yang argumentatif. Tidak sedikit, referensi analisisnya bersumber
dari kisah Rasulullah dan para sahabatnya, serta beberapa referensi sosiologis
yang sudah saya khatamkan. Terasa warna "hijau" nya masih melekat,
meskipun hari ini dia memilih partai berwarna "biru".
Pertemuan dengan
kang Asep bersama petani Patimban kali ini memiliki target menerima masukan dan
mengidentifikasi posisi kang Asep terkait persoalan yang dihadapi petani
Patimban. Di pertemuan tersebut, saya memperkenalkan posisi masing-masing.
Siapa kang Asep dan siapa petani Patimban serta hubungan apa saya dengan petani
Patimban dan kang Asep adalah pengantar dalam pertemuan ini.
Juga dilanjutkan
dengan pengantar dari salah satu perwakilan petani yang membicarakan kondisi
terkini dan nasib petani ke depan. Harga tanah yang dinilai sangat murah
oleh pemerintah, klaim tanah yang tidak produktif oleh seorang legislator,
intimidasi, minimnya pengetahuan warga dan lain-lain adalah situasi dan kondisi
yang terjadi saat ini di Patimban. Sederet persoalan tersebut sudah
kuketahui sewaktu berkunjung ke Patimban.
Yang menarik adalah
ketika kang Asep menyampaikan situasi dan kondisi tentang perkembangan proyek
pembangunan pelabuhan Patimban. Analisis makro, meso, dan mikronya bagiku
sangat rasional. Bahwa proyek pelabuhan Patimban tak dapat dipisahkan dengan "pembagian
kue" para investor. Jika Cina sudah memperoleh jatah, maka Jepang
harus menikmati pembagian kue. Alasan ini sangat rasional jika kita mampu
menganalisisnya dari perspektif ekonomi politik. Demikian halnya, di aras meso
menurut kang Asep sangat bertentangan dengan ketentuan dan proses yang ada.
Perubahan RTRW
provinsi yang dilakukan untuk pembangunan pelabuhan Patimban tersebut, tidak
melalui kajian khusus untuk memotret apakah efek dari perubahan RTRW tersebut.
Sebaliknya, Perda perubahan tata ruang tersebut ditetapkan dalam kurung
waktu yang singkat. Atas situasi ini, maka sikap kang Asep menolak pembangunan
pelabuhan Patimban (melalui sikap pribadi kang Asep yang diketahui partai)
karena tidak mempertimbangkan efek ke depannya. Dan secara legal formal,
penetapan perubahan RTRW tanpa kajian yang mendahuluinya akan menemui
kendala-kendala ke depannya baik hukum, sosial, dan budaya. Analisis makro dan
meso tersebutlah, yang mendasari kang Asep mengatakan bahwa yang dibutuhkan
saat ini petani adalah bagaimana petani bisa sejahtera ketika lahan petani
sudah diserahkan ke pemerintah untuk pembangunan pelabuhan Patimban.
Beranjak dari ketiga
Aras analisis di atas, kang Asep menawarkan agar petani solid dan mampu
mengorganisir dirinya untuk "melawan" dan menolak ganti kerugian
lahan yang tidak sesuai dengan kesepakatan dengan petani. Di dalam hati saya
mengatakan eureka petani. Tahapan awal sudah ditemukan
sebagai jalan untuk melakukan negosiasi ke tahap berikutnya. Diakhir pertemuan,
kang Asep mengingatkan bahwa kebatilan yang terorganisasi akan dengan mudah
mengalahkan kebenaran yang tidak terorganisir.
Ditulis oleh: Sofyan Sjaf (sofyansjaf.id)
Ditulis oleh: Sofyan Sjaf (sofyansjaf.id)
0 Komentar